Sunday, April 18, 2010

ISLAM DI INDONESIA SEBELUM KEMERDEKAAN

1. Teori Kedatangan Islam di Indonesia
Kennet W. Morgan menerangkan bahwa berita yang dapat di percaya tentang Islam di Indonesia yang mula-mula sekali terdapat dalam berita Marcopolo. Dalam perjalanannya kembali ke Venezia pada tahun 692 (1292 M). Marcopolo, setelah bekerja pada Kubilai Khan di Tiongkok, singgah di Perlak, sebuah kota di pantai utara Sumatra. Menurut Marcopolo, penduduk Perlak ketika itu di Islamkan oleh pedagang yang dia sebut kaum Saracen. Wilayah-wilayah pangeran di sekitar Perlak didiami oleh penyembah berhala yang belum beradab. Di Samara, Marcopolo menanti angin selama lima bulan. Di situ, ia dan anggota rombongannya harus menyelamatkan diri dari serangan orang-orang biadab di daerah itu dengan mendirikan benteng yang dibuatnya dari pancang-pancang. Kota Samara menurut pemberian Marcopolo dan tempat yang tak jauh dari situ, yang dia sebut Basma, kemudian di kenal dengan nama Samudera dan Pasai, dua buah kota yang dipisahkan oleh sungai Pasai, yang tidak jauh letaknya di sebelah utara perlak (P.A. Hoesein Djajadiningrat, dkk., 1963:119).
Dari uraian di tersebut, dapat dipahami bahwa Islam sudah masuk ke Indonesia mulai abad ke-7 dan telah di anut sebagaian besar orang Indonesia, baik sebagai agama maupun sebagai hukum. Setelah masuknya agama Islam, selalu ada pegawai khusu yang mempunyai keahlian dalam hukum Islam, yang kadang-kadang menangani juga urusan mu’amalah, iddah, hahdanah, waris dan lainnya, oleh pegawai yang berlaku untuk seluruh masyarakat Indonesia. Secara ideologis dan politis, hukum Islam sudah ada di Indonesia sejak abad ke-8 Masehi.
Kedatangan Islam ke Indonesia tidaklah bersamaan. Demikian pula, kerajaan-kerajaan dan daerah-daerah yang didatangi mempunyai situasi politik dan sosial budaya yang berlainan. Pada masa kerajaan Sriwijaya mengembangkan kekuasaannya sekitar abad ke-7 M, dan ke-8 M. Selat Malaka mulai dilalui pedagang-pedagang muslim dalam pelayarannya ke negeri-negeri di Asia Tenggara dan Asia Timur. Berdasarkan berita Cina pada masa penguasa T’ang, pada masa itu di duga keras masyarakat muslim telah ada, baik di Kanfu (Kanton) maupun di daerah Sumatra sendiri.
Para pedagang asing yang berkunjung ke kepulauan Indonesia membawa gagasan atau adat-istiadatnya kepada bangsa Indonesia. Kebudayaan India termasuk kepercayaan kepada kesaktian raja-raja berpengaruh kuat dan menjadi kepercayaan paling penting sebelum awal Masehi. Falsafah India Klasik tentang Raja Adikuasa menjadi inspirasi kepada penguasa Indonesia yang berambisi, yang pada saat itu sebenarnya setingkat kepala suku agama Hindu dan Budha yang datang dari India diyakini oleh para penguasa Indonesia hingga rakyatnya. Hinduisme ini kadang-kadang dapat menggantikan atau bercampur dengan kepercayaan animisme yang semula dianut oleh para nenek moyang bangsa Indonesia. Demikian juga, para mubaligh dan pedagang muslim dari arab yang datang ke wilayah Nusantara memperkenalkan Islam secara damai.

2. Sejarah Awal Masuknya Islam ke Indonesia
Perkembangan pelayaran dan perdagangan yang bersifat internasional antara negara-negara di Asia bagian barat dan timur mungkin disebabkan oleh kegiatan kerajaan Islam di bawah Bani Umayah di bagian barat maupun kerajaan Cina di zaman dinasti T’ang di Asia Timur serta kerajaan Sriwijaya di Asia Tenggara.
Upaya kerajaan Sriwijaya dalam memperluas daerah kekuasaannya ke semenanjung Malaka sampai Kedah dapat dihubungkan dengan bukti-bukti ini erat hubungannya dengan usaha penguasaan Selat Malaka yang merupakan kunci bagi pelayaran dan perdagangan internasional.
Pada tahun 173 H, sebuah kapal layar dengan pimpinan “Makhada Khalifah” dari Teluk Kambay Gujarat berlabuh di Bandar Perlak dengan membawa kira-kira 100 orang anggota dakwah yang terdiri atas orang-orang Arab, Persia, dan Hindia. Mereka menyamar sebagai awak kapal dagang dan khalifah menyamar sebagai kaptennya. Makhada Khalifah adalah seorang yang bijak dalam dakwahnya sehingga dalam waktu kurang dari setengah abad, Meurah (raja) dan seluruh rakyat Kemeurahan Perlak yang beragama Hindu-Budha dengan sukarela masuk agama Islam. Selama proses pengislaman yang relatif singkat, para anggota dakwah telah banyak yang menikah dengan wanita Perlak. Di antaranya adalah seorang anggota dari Arab suku Quraisy menikah dengan putri Istana Kemeurahan Perlak yang melahirkan putra Indo-Arab pertama dengnan nama Sayid Abdul Aziz.
Pada tanggal 1 Muharram 225 H/840 M, kerajaan Islam Perlak diproklamasikan dengan raja pertamanya adalah putra Indo-Arab tersebut dengan gelar Sultan Alaidin Maulana Aziz Syah. Pada waktu yang sama, nama ibukota kerajaan dari Tiandor Perlak menjadi Bandar Khalifah, sebagai kenangan indah kepada khalifah yang sangat berjasa dalam membudayakan Islam kepada bangsa-bangsa Asia Tenggara yang di mulainya dari Perlak. Dengan demikian, kerajaan Islam yang pertama bardiri pada awal abad ke-3H/9M, berlokasi di Perlak.
Selanjutnya, Islam masuk ke pulau Jawa diperkirakan pada Abad ke-11 M, dengan di temukannya makam Fatimah binti Maemun di lereng Gresik yang berangkat pada tahun 475 H/1082 M. Data sejarah lainnya menyebutkan bahwa Islam masuk ke pulau Jawa pada abad ke-12/13 M, ke Maluku sekitar abad ke-14 M, ke Kalimantan awal abad ke-15, ke Sulawesi abad ke-16 M. Penduduk atau penguassa kepulauan tersebut sudah masuk Islam sebelum Kolonial Belanda menguasai Indonesia.
Periodesasi masuknya pendakwah Islam ke Indonesia, menurut Muhammad Samsu, dapat dibagi ke dalam tiga gelombang, yaitu :
1. Gelombang pertama, yaitu diperkirakan pada akhir abad ke-1 H/7 M. Rombongan ini berasal dari Bashrah, kota pelabuhan Irak, yaitu ketika kaum Syi’ah dikejar-kejar bani Umayyah yang berkuasa saat itu. Mereka adalah kelompok yang dipimpin Makhada Khalifah.
2. Gelombang kedua, yaitu diperkirakan pada abad ke-6 H/13 M. Di bawah Sayyid Jamaluddin Al-Akbar Al-Husaini yang anak cucunya, lebih dari 17 orang tiba di Gresik, pulau Jawa. Pendakwah lainnya, seperti Maulana Malik Ibrahim, Maulana Malik Ishak, Raden Rahmat atau Sunan Ampel, dan lain sebagainnya.
3. Gelombang ketiga, yaitu diperkirakan pada abad ke-9 H/16 M, yang dipimpin ulama Arab dan Tarim, Hadramaut. Mereka berjumlah lebih dari 45 orang datang berkelompok berkisar 2, 3, atau 5 orang. Mereka mengajar dan menetap di Aceh, Riau, Sadang, Kalimantan Barat dan Selatan, Sulawesi Tengah dan Utara, Ternate, Bali, Sumba, Timor dan lain-lain.
Kedatangan Islam dan penyebarannya di kepulauan Indonesia adalah dengan cara damai melalui beberapa cara. Menurut Uka Tjandrasasmita ada enam cara, yaitu saluran dagang, perkawinan, ajaran tasauf, pendidikan, kesenian, dan politik.

3. Agama dan Kekuatan Politik pada Masa Pra-Penjajah
Islam sebagai agama yang memberikan corak kultur bangsa Indonesia dan sebagai kekuatan politik yang menguasai struktur pemerintahan sebelum datangnya Belanda dapat dilihat dari munculnya kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara ini, antara lain di Sumatra, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi.
a. Islam Sumatra
Ada tiga kerajaan Islam terkenal di Sumatra yang telah memosisikan Islam sebagai agama dan sebagai kekuatan politik yang mewarnai corak sosial budayanya, yaitu Perlak, Pasai dan Aceh.
Perlak merupakan kerajaan Islam pertama di Sumatra Utara yang berkuasa pada tahun 225-692 H/ 840-1292 M, dengan raja pertamanya Sultan Alaidin Syed Maulana Abdul Aziz Shah (225-249 H/ 840-864 H.). hal ini sesuai dengan berita Marcopolo (pengembara dari Italia yang tiba di Sumatra pada tahun 1292) yang menyatakan bahwa pada masa itu (abad ke-8 M.), Sumatra terbagi dalam delapan buah kerajaan yang semuanya menyembah berhala, kecuali sebuah saja, yaitu Perlak yang berpegang pada Islam. Hal ini karena ia selalu di datangi pedagang-pedagang Saracen (muslimin) yang menjadikan penduduk bandar ini memeluk undang-undang Muhammad (undang-undang Islam).
Sistem pemerintahan yang diterapkan oleh kerajaan Islam Perlak pada dasarnya mengikuti sistem pemerintahan yang dilaksanakan oleh Daulah Abbasiyah (750-1258 M), yaitu kepala pemerintahan/kepala badan eksekutif dipegang oleh Sultan dengan dibantu oleh beberapa wazir, yaitu Wazir As-Siyasah (bidang politik); Wazir Al-Harb (bidang keamanan/pertahanan); Wazir Al-Maktabah (bidang administrasi negara); Wazir Al-Iqtishad (bidang ekonomi/keuangan); dan Wazir Al-Hukkam (bidang kehakima). Selain itu, sebagai penasihat pemerintah yang bertugas mendampingi sultan dan para wazirnya, dibentuk sebuah lembaga yang disebut Majelis Fatwa dibawah pimpinan seorang ulama yang berpangkat Mufu.
Kerajaan Perlak pada abad ke-13 sudah berada dalam kategori kerajaan Islam Samudera Pasai yang di rintis oleh Malik Ash-Shaleh/Meurah Silo (659-688 H/1261-1289 M). Samudera Pasai merupakan kerajaan yang menjadikan dasar negaranya Islam Ahlu Sunnah Waljamaah. Negara ini makmur dan kaya, didalamnya telah terdapat sistem pemerintahan yang teratur, seperti terdapatnya angkatan tentara laut dan darat. Disebutkan pula bahwa Istana Raja Samudera disusun dan diatur secara India, diantara pembesarnya ada pula orang Persia, patihnya bergelar amir.
Kerajaan Samudera Pasai berlangsung sampai tahun 1524 M, pada tahun 1521 kerajaan ini ditaklukkan oleh Portugis yang menduduki selama tiga tahun. Kemudian pada tahun 1524 M, dianeksasi oleh raja Aceh Ali Mughayatsyah. Selanjutnya, kerajaan Samudra Pasai berada di bawah pengaruh kesultanan Aceh yang berpusat di Bandar Aceh Darussalam.
b. Islam di Jawa.
Ahli-ahli sejarah tampaknya sependapat bahwa penyebar Islam di Jawa adalah Wali Songo. Mereka tidak hanya berkuasa dalam lapangan keagamaan, tetapi juga dalam hal pemerintahan dan politik. Bahkan, seringkali seorang raja seakan-akan baru sah sebagai raja kalau ia sudah diakui dan diberkahi oleh Wali Songo.
Islam telah tersebar di pulau Jawa, paling tidak sejak Malik Ibrahim dan Maulana Ishak yang bergelar Syaikh Awal Al-Islam diutus sebagai juru dakwah oleh Raja Samudera, Sultan Zainal Abidin Bahiyah Syah (1349-1406) ke Gresik. Dalam pencaturan politik, Islam mulai memosisikan diri ketika melemahnya kekuasaan Majapahit yang memberi peluang kepada penguasa Islam di pesisir untuk membangun pusat-pusat yang independen. Di bawah pimpinan Sunan Ampel, Wali Songo bersepakat untuk mengangkat Raden Patah sebagai raja pertama kerajaan Islam Demak, kerajaan Islam pertama di Jawa. Dalam menjalankan pemerintahannya, Raden Patah dibantu oleh para ulama dan Wali Songo, terutama dalam masalah-masalah keagamaan. Kerajaan ini berlangsung kira-kira abad ke-15 dan abad ke-16. Disamping itu, berdiri pula kerajaan Islam Demak, Mataram, Cirebon, dan Banten, Sunan Giri di Kerajaan Mataram yang pengaruhnya sampai ke Makasar, Ambon, dan Ternate.
Disamping kekuatan politik Islam yang memberi konstribusi besar terhadap perkembangannya, Islam juga hidup di masyarakat dapat memberi dorongan kepada penguasa non-muslim untuk memeluknya. J.C. Van Leur menyebutkan bahwa motivasi bupati pantai utara Jawa memeluk Islam bertujuan untuk mempertahankan kedudukannya. Dengan kata lain, para bupati telah menjadikan agama Islam sebagai instrumen politik untuk memperkuat kedudukannya.
c. Islam di Kalimantan, Maluku, dan Sulawesi
Pada abad ke-16, Islam masuk ke Kalimantan Selatan, yaitu di kerajaan Daha (Banjar) yang beragama Hindu. Berkat bantuan Sultan Demak, Trenggono (1521-1546), Raja Daha dan rakyatnya masuk Islam sehingga berdirilah kerajaan Islam Banjar, dengan raja pertamanya pangeran Samudera yang diberi gelar pangeran Suryanulloh atau Suriansah. Setelah raja pertama naik tahta, daerah-daerah sekitarnya mengakui kekuasaannya, yakni daerah Sambas, Batangla, Sukaciana, dan Sambangan. Selanjutnya, di Kalimantan Timur (Kutai) pada tahun 1575, yaitu Tunggang Parangan mengislamkan raja Mahkota. Sejak Baginda raja masuk Islam, terjadi proses islamisasi di Kutai dan sekitarnya. Penebaran lebih jauh ke daerah-daerah pedalaman dilakukan terutama oleh putranya, dan pengganti-penggantinya meneruskan perang ke daerah-daerah.
Pada abad ke-10 dan ke-11, di Maluku sudah ramai perniagaan rempah-rempah, terutama cengkeh dan pala yang dilakukan oleh para pedagang Arab dan Persia. Tentunya, pada saat itu telah terjadi sentuhan pedagang muslim dengan rakyat Maluku yang membentuk komunitas Islam. Dengan derasnya gelombang pedagang muslim dan atas ajakan Datuk Maulana Husain, di Ternate, Raja Gafi Bata menerima Islam dan namanya berganti menjadi Sultan Zaenal Abidin (1465-1486). Di Tidore, datang seorang pendakwah dari tanah Arab yang bernama Syekh Mansur dan atas ajakannya, Raja Tidore yang bernama Kolana Masuk Islam dan berganti nama menjadi Sultan Jamaluddin. Di Ambon, Islam datang dari Jawa Timur (Gresik) yang berpusat di kota pelabuhan Hitu pada tahun 1500 M. Disaat islamisasi berlangsung, Portugis melancarkan Kristenisasi di Ternate pada tahun 1522 M. Namun, usahanya tidak banyak berhasil. Pada masa Sultan Baabullah (1570-1583), benteng pertahanan Portugis di Ambon di taklukkan.
Di Sulawesi, Raja Gowa-Tallo, I MengarangiDaeng Maurobia, atas ajakan Datuk Rianang masuk Islam pada tahun 1605 dengan gelar Sultan Alauddin di Talo Raja I Malingkoan Daeng Nyonri Kareng Katangka pada tahun yang sama masuk Islam dengan gelar Sultan Abdullah Awal Islam. Setelah itu, Islam tersebar ke Luwu, Waio (1610); Soppengdan Bone (1611).
Taufiq Abdullah menyatakan setidak-tidaknya ada tiga pola pembentukkan budaya yang tampak dari proses pembentukan negara atau kerajaan Islam, yaitu :
1. Pola Samudra Pasai; lahirnya Samudera Pasai berlangsung melalui perubahan dari negara yang segmenter ke negara yang terpusat. Kerajaan ini bukan hanya berhadapan dengan golongan-golongan yang belum ditundukkan dan diislamkan dari wilayah pedalaman, tetapi juga harus menyelesaikan pertentangan politik serta pertentangan keluarga yang berkepanjangan. Dalam proses perkembangannya menjadi negara terpusat Samudera Pasai juga menjadi pusat pengajaran agama. Reputasinya sebagai pusat agama terus berlanjut walaupun kemudian kedudukan ekonomi dan politiknya menyusut. Dengan pola ini, Samudera Pasai memiliki “kebebasan budaya” untuk memformulasikan struktur dan sistem kekuasaan yang mencerminkan tentang dirinya.
2. Pola Sulawesi Selatan; pola Islamisasi melalui keraton atau pusat kekuasaan. Proses Islamisasi berlangsung dalam suatu struktur negara yang telah memiliki basis legitimasi geneologis. Konversi agama menunjukkan kemampuan raja. Penguasa terhindar dari penghinaan rakyatnya dalam masalah kenegaraan. Pola ini digunaka di Sulawesi Selatan, Maluku, dan Banjarmasin. Islamisasi di daerah ini tidak memberi landasan bagi pembentukan negara. Islam tidak mengubah desa menjadi suatu bentuk baru dari organisasi kekuasaan. Konversi agama dijalankan, tetapi pusat kekuasaan telah ada lebih dahulu.
3. Pola Jawa; di Jawa, Islam mendapatkan suatu sistem politik dan struktur kekuasaan yang telah lama mapan. Ketika kekuasaan raja melemah, para saudagar kaya di berbagai kadipaten di wilayah pesisir mendapat peluang besar untuk menjauhkan diri dari kekuasaan raja. Mereka tidak hanya masuk Islam, tetapi juga memasuki pusat-pusat politik yang independen. Setelah keraton besar goyah, keraton-keraton kecil bersaing menggantikan kedudukannya. Ketika abad ke-14 komunitas muslim sudah besar, bersamaan dengan melemahnya Majapahit, Demak tampil menggantikan kedudukan. Dengan posisi seperti ini, Demak tidak saja menjadi pemegang hegemoni politik, tetapi juga menjadi “jembatan penyeberangan” Islam yang paling penting di Jawa.

No comments:

Post a Comment

Link Sahabat